Seminggu Kemudian

Gak kerasa udah seminggu aku gak kerja.  Minggu ini gak kerasa gimana-gimana karena Gegen libur seminggu dan kita ada kegiatan di luar rumah.  Seperti kemaren, dalam rangka sebelum ulang tahun, kita ke Brussels, Adinda dititip sehari di Christine.  Ngundang B yang memang tinggal di Brussels untuk makan siang dengan kita.  Makannya di Le Trappiste, tempat nostalgia dulu, tempat hubungan kita berawal.  Seneng kemaren ngobrol bertiga, nengok kota favoritku.

“Perpisahan” di tempat kerja udah dimulai dari hari Kamis, “pamit” dengan kolega, eh dapat beberapa buah tangan juga. Sempat terharu juga dapat perlakuan seperti ini.  Ada yang ngasih bunga, coklat, kartu pribadi dan tentunya kadobon dari perpus.  T, teman kerjaku tiap Jumat malam bilang dia bakal kehilangan percakapan kita tentang musik, komputer dan lain-lainnya.  Hari Sabtu hari terakhir kerja, bos M datang bawa bunga dan kadobon.  Kita banyak ngobrol soal anaknya yang lagi hamil, tentang rencana direktur baru dan tentang pengganti.  Aku cuma punya dua kali kesempatan untuk melatih penggantiku karena waktunya mendadak sekali.  Bukan salahku kalau sampai begini, tapi aku merasa bertanggung jawab juga.   Agak menguatirkan juga melihat kemampuan komputernya. Memang mediaverwerking itu cuma masuk-masukin buku di koleksi, tapi kalo gak familiar sama katalog ya repot juga.
Masalah ini kuceritakan ke bos M dan dia nyuruh aku bilang ke bos V, supaya jelas.  Semoga gak papa deh, eh tapi kalo apa-apa pun dan jadinya kacau kan malah bikin aku bisa dipanggil kerja lagi=))

Bos-bosku bilang masalah kontrakku (dan 2 kolega uitzendkracht lainnya) adalah murni keputusan direktur, murni karena masalah dana.  Peraturannya aku harus berhenti 3 bulan, setelah itu sebenarnya mereka bisa manggil aku lagi.  Aku gak mau punya harapan apa-apa, sakit kalo nanti gak dapat.

Rasa kecewa yang lalu berkurang banyak melihat dukungan dari kolega, juga rasa pasrah.  Akhirnya semua kan di tangan Tuhan juga.  Mau ngotot begini-begitu, kalo Yang Di Atas gak mengijinkan, mau apa.
Toh tinggal dua bulan lagi mau pulang, mau jalan-jalan pula.  Terus sebenarnya banyak juga yang mesti dikerjain di rumah kayak bersihin jendela luar, rapiin baju-baju dan boneka Adinda.

Just keep busy…

Hari yang Aneh

Hari ini hari yang aneh banget.
Siang dipanggil bos M, ditanya apa aku mau diadain pesta perpisahan.
Ha? Perpisahan?
Ternyata harapan kecilku yang akan dipanggil lagi setelah “dipaksa” berhenti kerja selama 3 bulan karena peraturan biro kerja, cuma tinggal sebatas harapan.  Yang kurasakan bukan hanya kecewa, tapi juga amarah.
Marah karena merasa “dibuang” begitu saja, setelah sekian lama kerja di situ.
Marah karena jadi korban ekonomi, seakan bukan manusia, tapi angka atau boneka yang ditendang karena gampang untuk ditendang.

Aku bilang belum tahu apa mau dipestakan.
Tapi sekarang aku tahu apa jawabanku.  Ngapain datang ke rapat yang aku gak ada kerjaannya setelah itu? Ngapain memestakan sesuatu yang tidak layak untuk dipestakan? Masak kehilangan kerja dipestakan? Kehilangan kerja karena keputusan satu pihak terus dipestakan?
Kalau bisa, uang pestanya dikasihkan saja.

Aku tahu cepat atau lambat ini akan jadi jelas.  Sekarang yang perlu dipikirkan adalah gimana langkah ke depannya.
Walaupun masih susah karena sakit hati yang gak karuan.  Aku mencoba mikir positif walaupun susah banget.
Masih untung sekarang Gegen kerja, masih untung kita sehat-sehat saja.  Gak ada yang sakit parah.
Masih untung bisa membandingkan ketika dulu Gegen nganggur, betapa gak enaknya perasaan hati dan suasana rumah.
Masih untung…

Tapi memang lebih gampang untuk berpikir negatif.
Kenapa saat di bulan jatuhnya hari jadiku, aku malah gak punya kerja?
Sejak kapan kerja jadi sebuah kemewahan?

Sekarang yang kutakutkan gimana caraku menghadapi minggu-minggu terakhir di tempat kerja.  Gimana caranya menahan diri kalau ada kolega yang mengeluhkan kerja dan aku tidak bisa menahan diri untuk tidak meledak?

Tuhan, apa rencana-Mu untukku?

Kemudian hari ini setelah enam tahun menemaniku, mobil pertamaku, Si Merah harus diganti karena gak bisa berfungsi lagi.  Rasanya gak rela, tapi mau apa lagi…

Kutahu suatu hari nanti aku harus melepaskanmu
Di saat kau tak lagi bisa menemaniku
Di saat tubuhmu yang tua tak bisa lagi berfungsi seperti dulu

Kau bagai teman setiaku
Membawaku ke satu titik ke titik lainnya
Kau yang pertama, yang takkan kulupa

Semua pengalaman pertamaku kujalani denganmu
Perjalanan jauh, benturan bahkan goresan-goresan di tubuhmu jadi saksinya
Aku pernah menangis bersamamu, tertawa dan bernyanyi bersamamu
Dan kau hanya diam mendengarkanku,  setia tanpa keluhan

Walaupun kau hanya buatan manusia beroda empat
Tubuhmu penuh goresan dan karat
Tapi kau tetap cantik di mataku

Kurelakan melepaskanmu, walaupun perih di hatiku
Terima kasih untuk enam tahun ini, Merah
Terima kasih untuk kesetiaanmu, tak pernah kau kecewakan aku
Kini saatnya kau istirahat, waktumu telah habis

Aku bangga pernah jadi pemilikmu, yang terakhir kalinya

https://rwidiani.wordpress.com/2006/06/07/serba-pertama/

 

Yang baru berlalu

Tahun 2011 akan kukenang sebagai tahun yang penuh naik turun, seperti roller coaster.  Ada saat kekecewaan, ketidakpastian menghantui, tapi juga saat optimis dan kepercayaan diri yang muncul.

Harapanku tahun 2012 akan lebih cerah daripada 2011.  Kita akan memulai fase baru sebagai orang tua, ketika Adinda masuk sekolah.  Tahun depan juga diberi kesempatan untuk pulang lagi, kali ini karena ada acara bahagia, dimulainya hidup baru untuk adik semata wayangku.

Di kerjaan, sejauh ini kita belum pasti juga, belum punya kerja tetap, tapi kontrak sampai setengah tahun pertama.  Harus disyukuri tentunya.  Apa yang akan terjadi setelah itu, biar Tuhan yang menentukan.
Kita percaya, gak ada gunanya berkuatir, memikirkan yang belum terjadi.  Semua ada di tangan-Nya, kita percayakan hidup kami di tangan-Nya.

Resolusiku untuk tahun yang baru,:
– Baca buku lebih banyak
Untuk 2011 aku masang tantangan 40 buku dan ini tercapai.  Pinginnya baca buku yang masih tergeletak di rumah.  Sayang disia-sia

– Nurunin berat
Jadi ngikut orang sini, kalo di awal tahun pada pingin nurunin bb=)) Tapi bener,  kemaren sempet ngerasain sebentar berat kepala 5 dan rasanya bahagia sekali.  Pingin tau caranya gimana pencernaan lebih lancar, lebih banyak makan sayur dan buah

You don’t know what it’s like until it hits you…

Ada yang bilang :

Until we have walked in someone else’s shoes, or at least a close fit, we have no idea what they are feeling or experiencing.

Ada hal-hal yang bikin kita gak ngerti kalo liat orang lain ngelakuin hal-hal yang menurut kita aneh dan gak wajar. Bahkan banyak. Yang kita gak tau, apa yang membuat orang itu melakukan hal itu. Selalu ada alasan di balik perbuatan. Orang gak mungkin jadi alkoholik tanpa alasan, stress tiba-tiba tanpa alasan.

Kukira tahun 2010 tahun yang gak bagus untukku, tahun 2011 bakal menjanjikan yang lebih baik untukku.
Baru dua puluh tiga hari berlalu, sudah macam-macam yang terjadi. Macam-macam yang bikin mikir ingin berhenti dari semua ini.

Apalagi kalo bukan soal kerjaan.
Kerja yang baru ternyata bukan hanya berat di fisik, tapi juga jadi beban pikiran. Aku orang yang bertanggung jawab, kalo bikin salah, aku berusaha sebisaku untuk gak ngulang kesalahan itu. Tapi gimana kalo teguran itu terjadi berkali-kali dalam waktu yang singkat? Sampai bikin kamu gak menikmati kerja, dikejar rasa bersalah dan berkali-kali memeriksa kerjaan, just to make sure that you don’t do anything wrong.
Gimana kalo teguran itu bikin kamu gak percaya lagi dengan kemampuanmu, takut membuat kesalahan, sementara di saat yang sama kamu tahu, gak ada yang sempurna di dunia ini, semua orang pasti pernah bikin salah?
Dan yang paling parah, ketika kamu takut kalo karena kesalahanmu yang beruntun, kamu bisa jadi korban kesalahan orang lain?

Itu yang terjadi hari ini, ketika ditegur lagi untuk kesalahan yang bukan perbuatanku.
Aku langsung nelpon bosku, untuk menjelaskan ini. Dia cuma bilang akan nanya ke ybs, tanpa minta maaf untuk kesalahpahaman yang terjadi. Aku jujur bilang kalo aku takut karena kesalahan yang bertubi-tubi ini. Dia bilang aku gak perlu takut, bakal ada rapat yang semoga bisa menghindari kesalahan komunikasi antara kami semua.

Baru malam sebelumnya aku mimpi bosku marah-marah di telpon karena kesalahanku dan aku minta maaf berkali-kali, eh di hari selanjutnya ada email darinya.

Belum lagi ketidakjelasan kerja di perpus, yang tarik ulur gak ngasih kepastian apakah aku masih boleh kerja di situ atau gak.

Belum lagi rasa bersalahku yang menggunung tiap kali pergi kerja dan Adinda nangis memintaku untuk gak pergi.

Then you start wondering, “What am I doing all these for?”
Kerja ternyata cuma bikin stress dan beban pikiran, bikin macam-macam yang bikin hati gak enak.

Aku kerja untuk uang, supaya bisa pulang. Itu aja sih.
Aku sekarang cuma bisa minta tolong ke Tuhan, supaya diberi kekuatan. Supaya gak mulai mikir untuk ngelakuin hal-hal gila yang orang lakukan ketika mereka putus asa dan ingin melupakan sesaat masalah mereka.
Semoga Gegen cepat dapat kerja baru, supaya aku bisa punya waktu lagi untuk anakku, untuk diriku sendiri…

Belakangan ini sering mikirin masa lalu, jaman waktu kerja di Wage, sering bertanya ke diri sendiri, kalo bisa memutar waktu, aku ingin kembali ke masa mana. Inginnya kembali ke masa kecil, ketika masih ada miago, ketika satu-satunya yang perlu dipikirkan adalah pekerjaan sekolah. Andai saja…

Postingan Pertama di 2011

Buset, terakhir kali ngeblog bulan Agustus! 0_0
Banyak yang terjadi tahun 2010 kemaren, seputar drama di perpus D, harapan berubah kerjaan yang gak kesampean, karir Gegen yang terhenti, tapi juga dapat kerjaan baru di Tastyshop.

Gak ada solusi apa-apa di tahun yang baru ini, paling pingin belajar jahit aja dan ngembangin hobi crochet.
Kayaknya enak juga gak bikin resolusi, jadi no expectation.

Ada juga sih harapan di tahun baru ini, semoga kita sehat-sehat, selau rukun dan kompak dengan teman-teman dan bisa mudik lagi!

Enam Tahun

Blogku sayang,
Enam tahun sudah kau setia menungguku di sini
Menunggu ketikan kata-kataku
Untuk mengisi ruangmu

Maafkan aku karena jarang menengokmu
Semoga kau tau
Aku tetap setia padamu
Memikirkanmu…

Second Child Itch

Kemaren ketika jemput Adinda di penitipan, aku ketemu dengan temen sesama senam hamil dulu. Eh udah hamil lagi dia, anaknya beda beberapa bulan lebih muda dengan Adinda.

Kalo liat orang hamil ya pingin, apalagi kalo liat anak temen yang akur dengan kakak/adiknya, seneng banget liatnya. Mana Adinda kayaknya suka bosen kalo sendirian. Tiap ketemu sepupunya, Julia, keliatan seneng banget main bareng.

Terus terang perlu siapin mental lagi buat nambah anak. Aku sering iri liat tetangga yang ortu/mertuanya sering banget ke rumah, ngapain lagi kalo bukan buat ngurusin anak atau bantu-bantu di rumah. Sementara aku? Boro-boro mertua, kakak ipar ada yang tinggalnya dekat rumah, tapi dia sendiri punya anak 3 dan gak bisa seenaknya dimintain bantuan.

Belum lagi soal kerjaanku yang tambah kacau aja keliatannya. Bukan aku yang kacau, organisasi tempat kerjaku yang sekarang ini bikin aku tambah yakin, aku gak mau berakhir kerja di tempat gak jelas kayak gini.

Ruwet bener, nikmatin aja deh anak satu ini, kayaknya kalo kita bakal dikasih lagi, bakal ada pencerahan kapan waktunya.

Multitasking

Kayaknya gak asing kalo ada yang bilang wanita itu bisa multitasking, mengerjakan lebih dari satu hal dalam waktu yang bersamaan. Sesuatu yang hampir gak bisa dilakukan oleh pria.

Kenapa ya wanita bisa seperti itu? Bukan tanpa alasan Tuhan menciptakan kita begitu.
Mungkin karena katanya wanita itu tonggak rumah tangga? Yang sebagian besar ngerjain rumah tangga, ngurus anak, kerja pula (kalo yang kerja).
Aku juga suka banget multitasking. Ceting sambil ngerajut, ceting sambil nonton tipi, ngerajut sambil ceting sambil nonton tipi=))

Sampe kemudian ada satu teman yang apdet status facebooknya pake goodreads, salah satu network buat orang yang hobi baca. Temanku itu dalam seminggu bisa baca 4-5 buku. Aku jadi terhenyak juga liatnya. Dulu aku bisa selesai baca buku tebal dalam waktu sehari dua hari. Sekarang? Boro-boro.
Mungkin ini karena aku terlalu banyak multitasking yang bikin gak konsen kalo baca buku.
Terus terang, waktu baca buku yang paling ideal memang kalo di WC atau pas di tengah malam ketika semua masih tidur.

Aku jadi diingatkan lagi dengan hobi pertamaku, membaca yang sepertinya mulai pelan-pelan kutinggalkan.
Padahal membaca itu rileks sekali, istilahku vitamin buat jiwa.
Jadi sekarang pingin balik lagi ke hobi asalku, walaupun gak berarti ninggalin hobi yang lain seperti merajut.
Kembali ke hobi yang benar-benar bikin tenang karena gak pake multitasking…

Tiga Tahun Berkepala Tiga

Hari ini tepat tiga tahun aku memasuki 3 dekade dalam hidupku.
Sebenarnya aku bukan orang yang terlalu liat umur, menurutku umur itu cuma angka, tua-mudanya orang tergantung dari gimana dia melihat dan merasakan hidupnya.

Apakah aku merasa tua atau muda? Gak ngerasa tua dan muda sih;))
Walopun kadang sebel juga kalo dipanggil “je” (kamu) oleh anak-anak pengunjung perpus, padahal mestinya kalo belum kenal kan pake “u” (Anda). Atau sering mikir dianggap anak bawang di antara orang yang kadang seumur atau lebih tua karena penampilan yang lebih muda dan (mungkin) dikira gak tau apa-apa.

Kalo ultah gini gak bisa menghindar mikir ultah yang berkesan di tahun-tahun yang lalu.
Waktu tahun pertama kuliah, dikejar teman sekelas barengan Dicky, yang juga ultah di tanggal yang sama, dilempari telur dan rumput. Tahun-tahun kuliah berikutnya diceburin di kolam dekat kantin.
Pernah juga pas ultah sedang Latihan Perairan Terbuka (LPT) untuk klub selamku dan diceburin malam-malam ke laut. Ketika di Brussels baru balik dari praktek di Perancis, tau-tau Gegen nongol di asrama.

Those, those precious memories, and memories that will come in the coming years… are precious.

Anyway, kata orang, “Count your blessings.”
Dan hari ini rasanya pas banget buat menghitung berkatku. Terlebih ketika kusadari bahwa berkat bukan hanya berupa rejeki berbentuk uang atau material, tapi juga berupa cinta orang-orang di sekitar. Ketika melihat cinta dari keluarga kecilku. Ketika melihat banyaknya ucapan lewat kartu, SMS, facebook. Ketika melihat teman-temanku yang datang ke rumah membawa kehangatan di hari yang dingin.

Melihat ini aku berterima kasih ke Yang Kuasa.
There’s no money in the world can replace the love and attention, friends and family.
If I have to choose between jewelry, car or house, I’d just ask for my beloved ones to be around me.

Thanks for everything!!!

Hadiah ultah dari band favoritku dari jaman kuliah, empat hari sebelum ultahku mereka ngeluarin album baru, yang amat sangat lama dinanti. TONIC!
Dari separuh jiwaku dapat tiket konser nonton Train, band yang kusuka dari jaman di Brussels.

Meevallen Tegenvallen

Waktu belajar bahasa Belanda, kata yang paling gak kumengerti adalah meevallen dan tegenvallen, padahal sering banget dipake oleh orang sini.  Dua kata ini berlawanan artinya.  Sekarang setelah 6 tahun di Belanda, dua kata ini sering kugunakan.  Aku jadi tau kalo orang Belanda bilang, “Het valt mee” artinya it’s not so bad sebaliknya kalo bilang, “Het valt tegen”  artinya disappointing, work out badly than expected.

Kalo ditanya apa yang menurutku tegenvallen, jawabanku adalah jadi orang tua.  Het valt tegen ketika anak sendiri tumbuh tidak sesuai buku, lebih lambat daripada rata-rata.  Ketika buku dan pedoman dari berbagai sumber (internet) bilang di umur sekian bulan dia bakal bisa ini itu, ternyata gak begini dengan anakku.  Aku gak munafik kalo bilang aku (sering) membandingkan anakku dengan anak orang lain.  Akhirnya aku berhenti baca buku dan sumber lain yang malah bikin frustasi.
Ternyata gak mudah jadi orang tua.  Sering aku nanya ke diri sendiri, apa aku sudah memberi yang terbaik untuk Adinda, apa aku cukup memberi dia stimulasi? Macam-macam pertanyaan yang bikin down dan onzeker (gak yakin).

Aku pernah nanya ke satu temen, apa gak pingin nambah lagi.  Dia bilang sudah keenakan dengan situasi sekarang, dimana anaknya yang sudah SD bisa mengurus dirinya sendiri.  Pernyataannya ini bisa kumengerti, kalo punya anak kecil lagi berarti harus mulai dari nol lagi, mulai ngurus dari bayi, dll.

Ada satu kolumnis di majalah wanita yang kubaca, dia punya 4(!) anak, yang paling kecil masih bayi.  Dia cerita sejak Natal ini mereka sakit gantian, satu sembuh, yang lain sakit belum lagi mereka sendiri (ortu) yang ikut jatuh sakit.  Dia menanyakan diri sendiri, dia kurang apa dengan anak-anaknya.  Apa kurang ngasih vitamin, kurang ngasih pakaian hangat?  Gimana dengan keluarga lain, apa anak-anak mereka juga sakit-sakitan gini?  Ternyata bukan aku saja yang menanyakan hal yang sama.

Melihat kondisi Adinda yang sekarang, juga melihat diriku sendiri, aku gak bisa bilang yakin akan punya anak lagi.  Kalopun iya, sepertinya banyak pertimbangan. Anyway, you can never say never, right?

Ini ditulis setelah beberapa hari Adinda sakit, rewel dan tidur malamnya jelek.  Berdasarkan kekhawatiran kenapa dia sakit terus, semoga ini gak menghambat pertumbuhannya…